Langsung ke konten utama

[VII] - 1A. Aku Citra Allah yang Unik (kurikulum merdeka)

Makna dari kata “unik”
Tak ada seorang manusia pun yang sama satu dengan yang lainnya. Bahkan orang yang disebut kembar identik pun memiliki beberapa hal yang berbeda satu terhadap yang lain. Itulah sebabnya manusia disebut unik, karena berbeda satu dengan yang lain.


Hal-hal yang menjadikan seseorang unik
Perbedaan manusia satu dengan yang lain itu bisa meliputi banyak aspek: fisik, psikis, kebiasaan, keinginan, dsb.
Perbedaan itu bisa disebabkan faktor genetika kedua orang tua; sebagai contoh, kalau kedua orang tua berambut keriting, hampir dipastikan anaknya berambut kriting. Bisa juga disebabkan faktor kebiasaan. Contoh, anak yang orang tuanya pemain basket, dan sejak kecil sering diajak berlatih basket, tentu dia akan senang bermain basket, bahkan bisa jadi bercita-cita menjadi pemain basket. Selain kedua fator tersebut, masih banyak faktor lain yang bisa menyebabkan seseorang itu menjadi unik.
 
Sikap yang sering muncul dalam menghadapi perbedaan antar-manusia
Perbedaan dan keunikan sering ditanggapi oleh manusia secara berbeda satu sama lain. Ada sebagian orang merasa iri hati mengapa dirinya tidak seperti orang lain, ada yang menjadi minder, ada yang merasa Tuhan tidak adil kepada dirinya. Karena tidak mampu menerima diri, ada juga yang berusaha menutupinya dengan sikap berpura-pura atau munaik. Sikap-sikap semacam itu sesungguhnya hanya akan merugikan dirinya sendiri, bahkan merugikan orang lain.
Langkah awal dalam menghadapi perbedaan atau keunikan diri adalah menerima apa adanya. Kita tidak perlu selalu membandingkan diri kita dengan orang lain. Sebab dengan selalu membanding-bandingkan, kita tidak pernah akan merasa puas. Setelah menerima diri, kita berusaha mengembangkan diri sesuai dengan keunikan kita. Dan untuk mengembangkan diri itu, kita bisa belajar, bertanya, dan berlatih dengan orang lain.



Ajaran Kitab Suci tentang Makna Manusia sebagai Citra Allah yang Unik → Kej. 1: 26-28
Dalam kisah penciptaan dikatakan bahwa manusia, baik perempuan maupun laki-laki diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Tetapi segambar dan serupa dengan Allah tersebut, bukan dalam arti isik jasmaniah. Sebab Allah adalah Roh.
Manusia segambar dan serupa dengan Allah terutama dalam pikiran dan kehendak. Pikiran dan kehendak Allah itu kasih yang tertuju demi keselamatan dan kebahagiaan manusia dan seluruh ciptaan-Nya. Manusia dipanggil untuk mampu memancarkan pribadi Allah yang penuh kasih kepada manusia dan segenap ciptaan-Nya dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan sehari-hari.
Sejauh terlukis dalam Kitab Suci, istilah segambar dan serupa Allah itu tidak ditujukan kepada semua ciptaan Allah. Hanya manusialah yang segambar dan serupa dengan Allah, atau citra Allah.
Semua manusia, baik perempuan maupun laki-laki adalah citra Allah. Mereka dikasihi Allah, berharga di mata Allah. Allah mempunyai rencana pada masing-masing diri kita yang tidak kita ketahui. Semua manusia, tanpa kecuali dan apa pun keadaannya harus dihormati dan dikasihi. Merendahkan martabat mereka atau menghina mereka sama artinya dengan merendahkan Allah sendiri sebagai penciptanya.
Manusia tidak saja diciptakan segambar dan serupa dengan Allah, tapi ia juga diberkati oleh Allah. Dengan demikian, manusia bukanlah sesuatu, melainkan seseorang. Ia pribadi yang sangat berharga di mata Allah. Berkat akal budi dan kebebasan yang dianugerahkan Allah kepada dirinya, manusia bisa berelasi dengan Allah secara istimewa. Ia menjadi partner Allah.
Sebagai partner Allah, manusia diberi tugas untuk bertambah banyak, dan menguasai ciptaan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa manusia mempunyai kedudukan istimewa di antara ciptaan Allah lainnya. Ia memiliki martabat ilahi yang membuat kedudukannya lebih tinggi dibandingkan ciptaan lainnya.
Tetapi karena penugasan itu berasal dari Allah, maka dalam menjalankan tugas menguasai ciptaan Allah itu, ia harus melakukannya sesuai dengan kehendak Allah. Karena diciptakan sebagai citra Allah, manusia memiliki martabat sebagai pribadi. la mengenal diri sendiri, menjadi tuan atas diri sendiri, mengabdikan diri dalam kebebasan, hidup dalam kebersamaan dengan orang lain, dan dipanggil membangun relasi dengan Allah, pencipta-Nya.
Sepantasnya kita bersyukur telah diciptakan sebagai citra Allah yang unik. Dan rasa syukur itu bisa diungkapkan dengan berbagai cara, misalnya: memelihara tubuh kita sebaik-baiknya.