Langsung ke konten utama

[VIII] - 2A. Sengsara dan Wafat Yesus (kurikulum merdeka)




Dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawab seseorang, biasanya ada saja tantangan yang dihadapi. Tantangan itu bisa berasal dari dalam diri maupun dari luar diri sendiri. Kesuksesan seseorang dalam melaksanakan tugas itu bergantung juga pada bagaimana sikap orang tersebut dalam menghadapi tantangan yang dihadapi itu.

Yesus yang menerima tugas dari Bapa-Nya untuk mewartakan kabar sukacita Kerajaan Allah, juga tidak terlepas dari tantangan dan risiko. Sebagian kelompok orang menerima pewartaan Yesus, antara lain: pertama, Orang miskin dan sederhana, karena mereka inilah yang merasakan secara langsung pewartaan Yesus, baik melalui kata-kata maupun melalui mukjizat-Nya. Kedua, Para pendosa yang au bertobat, karena Yesus berkenan datang dan bergaul dengan mereka, sehingga mereka merasa diperhatikan oleh Yesus. Ketiga, Orang-orang sakit, karena orang-orang inilah yang secara langsung merasakan kebahagiaan dan kegembiraan atas pewartaan Yesus, terlebih dengan mukjizat penyembuhan-Nya. Keempat, Kaum wanita dan anak-anak; karena Yesus berkenan hadir, peduli dan meninggikan derajat mereka.

Selain itu, ada pula kelompok orang yang menolak pewartaan Yesus, antara lain: Pertama, Para Imam dan Ahli Taurat, karena mereka merasa kehilangan wibawa dan mulai berkurang pengikutnya sehingga mereka merasa semakin terancam oleh kehadiran Yesus. Kedua, Orang-Orang Farisi, karena kehadiran Yesus dianggap akan merusak tatanan hidup sosial dan kemasyarakatan mereka yang sudah mapan. Ketiga, Para penguasa, karena Yesus sering mengecam mereka sehingga mereka merasa kedudukan, kehormatan dan kekuasaannya terancam dengan kehadiran Yesus. Keempat, Orang-orang kaya dan mapan, karena Kerajaan Allah yang diwartakan oleh Yesus menuntut keberanian untuk meninggalkan segala-galanya termasuk meninggalkan harta benda, kekayaan, dan kemapanan hidup. Kehadiran Yesus merupakan ancaman bagi orang-orang tertentu. Mereka berusaha untuk menyingkirkan Yesus. Terjadilah peristiwa sengsara dan wafat Yesus.

Ketiga injil sinoptik, yaitu Injil Matius, Markus, dan Lukas memberikan gambaran kepada kita bahwa Yesus mengetahui adanya penolakkan terhadap pewartaan-Nya itu. Dia juga tahu bahwa tugas-Nya itu mengandung risiko kematian. Hal itu ditegaskan dalam Mat 16: 21.”Sejak waktu itu Yesus mulai menyatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala, dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga.”

Penderitaan yang dialami oleh Yesus merupakan konsekuensi dari tugas perutusan-Nya untuk melaksanakan kehendak Bapa dalam mewartakan dan menegakkan Kerajaan Allah.

Yesus bertanggungjawab dan rela berkorban tanpa pamrih sampai mati, menyerahkan diri-Nya kepada kehendak Bapa.

Peristiwa sengsara Yesus memberi teladan kepada kita mengenai sikap yang seharusnya kita miliki ketika menghadapi penderitaan hidup. Melalui sengsara dan salib-Nya, Yesus telah memberikan teladan bagi kita dalam menghadari kesulitan-kesulitan hidup kita. Keteladanan itu tampak dalam beberapa peristiwa, seperti ketika Yesus menghibur wanita-wanita yang menangisi-Nya “Hai puteri-puteri Yerusalem, janganlah kamu menangisi Aku, melainkan tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu (Luk.23:28).

Betapa bernilai kehadiran dan sikap bela rasa Yesus terhadap wanita-wanita yang menangisi-Nya. Kita dapat meneladani Yesus dengan ikut berbela rasa kepada orang-orang yang sedang mengalami penderitaan. Bela rasa seperti ini dapat membuat kita tidak merasa sendirian. Kita bahkan bisa menanggung penderitaan yang kita alami bersama orang lain.
Yesus juga tetap tabah dalam menghadapi penderitaan dan menyerahkan diri kepada Bapa-Nya. Yesus yakin bahwa Bapa selalu menyertai-Nya. Yesus meyakinkan para prajurit dan orang-orang yang mengikuti jalan salib bahwa beban salib yang dipikul-Nya adalah ringan karena cinta-Nya yang begitu besar kepada manusia dan percaya bahwa Allah Bapa–Nya selalu menyertai-Nya. Keteladanan Yesus lainnya adalah berani menghadapi risiko demi menegakkan kebenaran dan keadilan.
Ketika berada di atas kayu salib, Yesus berseru, “Sudah selesai!”. Seruan Yesus ini mengandung makna bahwa lewat penderitaan-Nya, Yesus menyelesaikan tugas perutusan-Nya di dunia ini dengan sempurna. Sama seperti Yesus, kita juga harus melaksanakan dan menyelesaikan tugas-tugas kita dengan sebaik-baiknya. Kita pun harus berani bertanggung jawab atas tugas-tugas kita, meskipun harus menderita dalam menunaikan tugas-tugas itu.

Keteladanan Yesus dalam menghadapi penderitaan tampak dalam beberapa peristiwa berikut:
Yesus tabah dalam menghadapi penderitaan dan berserah diri kepada kehendak Bapa-Nya
Yesus tidak bersikap egois dengan hanya memikirkan penderitaan yang Dia alami. Dia tetap mewartakan kabar suka cita kepada mereka yang membutuhkan, walaupun Dia sendiri sedang mengalami penderitaan, seperti peristiwa Yesus menghibur perempuan yang menangisi-Nya
Ketika berada di atas kayu salib, Yesus tidak menghujat atau pun menyumpahi orang-orang yang telah menyalibkan Dia, tetapi justru sebaliknya, Yesus mengampuni dan mendoakan mereka

Peristiwa sengsara dan wafat Yesus menunjukkan bahwa seluruh hidup Yesus adalah wujud solidaritas dan kasih Allah kepada manusia. Ia yang adalah Allah rela merendahkan diri untuk setara dengan manusia, bahkan Ia rela mengorbankan diri bagi manusia yang dikasihi-Nya (lih. Ef 5: 2).

Sebagai murid-Nya, kita harus belajar dari sikap Yesus dalam menghadapi penderitaan yaitu:
tetap tabah dalam menghadapi penderitaan dan disertai sikap penyerahan diri kepada Tuhan
berani menghadapi risiko demi menegakkan kebenaran dan keadilan solider terhadap mereka yang miskin, menderita, tertindas dan yang membutuhkan pembebasan dalam hidupnya, meskipun kita sendiri juga mengalami penderitaan